Minggu, 08 Februari 2015

Desa Penghasil Emas Monas Kini Nyaris Terisolasi

 
 

HUJAN deras yang mengguyur Provinsi Bengkulu dalam satu pekan ini mengakibatkan bencana di beberapa lokasi. Setidaknya tujuh dari 10 kabupaten/kota di Bengkulu dilanda longsor dan banjir sehingga sejumlah rumah, sawah, dan jalur transportasi terendam banjir.

Kondisi tersebut juga terjadi di Desa Lebong Tandai, Kecamatan Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara. Akibatnya, ribuan warga di daerah itu terisolasi dan perlu bantuan. Ironisnya, Lebong Tandai adalah daerah yang pernah amat kaya. Di sini dahulu ada tambang emas. Dari sini pula emas di Tugu Monas berasal.Emas di puncak Monas adalah sumbangan dari pengusaha asal Aceh, yakni Teuku Markam. Adapun emas tersebut diambil dari tambang yang disebut Lubang Kacamata karena pintu masuk tambang berupa dua lubang di tebing yang berdekatan.

Pembangunan Monas dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 atas perintah Presiden Soekarno, dan dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975. Tugu ini dimahkotai lidah api yang dilapisi lembaran emas seberat 28 kilogram yang melambangkan semangat perjuangan yang menyala-nyala.

"Kebanggaan itu menjadi suatu kisah nyata bagi masyarakat Desa Lebong Tandai bahwa emas Monas berasal dari desa kami," kata Kepala Desa Lebong Tandai, Kamarudin, Minggu (17/11/2013).

Pada umumnya masyarakat Desa Lebong Tandai berasal dari Suku Rejang sebagai penduduk asli dan pendatang dari Jawa Barat. Para pendatang ini adalah keturunan dari pekerja tambang yang dibawa pada masa penjajahan Belanda.

Lebong Tandai, pada masa penjajahan Belanda, merupakan lokasi yang dipenuhi emas. Aktivitas pertambangan di daerah itu dimulai sejak 1890 oleh perusahaan Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong dan Mijnbouw Maatschappij Simau. Kedua perusahaan itu merupakan penyumbang besar ekspor emas perak Hindia Belanda dengan produksi ratusan ton emas dan perak selama 1896-1941.

Namun kini, bahkan untuk menuju Lebong Tandai, orang akan mengalami kesulitan. Satu-satunya jalur transportasi rusak akibat longsor dalam beberapa hari terakhir sehingga perjalanan menuju desa ini membutuhkan waktu tidak kurang dari sembilan jam. Enam jam dari Kota Bengkulu hingga Kecamatan Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara, dan tiga jam naik kereta lori berkapasitas delapan hingga sepuluh orang, dengan jarak tempuh menggunakan lori sekitar 37 kilometer.

Asmadi, seorang warga setempat, menjelaskan, di Desa Lebong Tandai banyak ditemui sisa peninggalan aktivitas pertambangan Belanda. Kini kegiatan pertambangan masih bisa dilihat, tetapi dalam skala kecil dan dilakukan warga secara manual. Perusahaan-perusahaan besar sudah pergi karena kandungan emas sudah menipis.

"Masih banyak sisa-sisa kejayaan kawasan itu ketika masih menghasilkan emas. Ada lapangan bola, tempat biliard, gedung bioskop, serta beberapa bangunan megah lainnya, yang sekarang  telah rusak dan ditempati warga," kata Asmadi

Kini, desa itu terpuruk dengan terputusnya akses transportasi. Warga yang dahulu menjadi saksi bagaimana kekayaan tanah mereka diangkut ke tempat lain, kini terisolasi. Mereka, menurut  Asmadi, berharap kenangan akan asal-usul emas di Tugu Monas membuat pemerintah tergerak dan akses ke Lebong Tandai diperbaiki.(*)
 
sumber: kompas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar